Sosok Penerjemah Bahasa Isyarat di Debat Pilkada DKI

Di tengah riuhnya pesta rakyat, berbagai upaya dilakukan negara agar pilkada dapat berlaku sama termasuk bagi para mereka yang bisu dan tuli. Amalina Luthfia menemui juru bahasa isyarat yang bertugas menerjemahkan visi misi para kandidat yang tujuannya agar warga disabilitas terbantu dan akhirnya menggunakan hak pilih mereka.

 

Sumber artikel: http://video.metrotvnews.com/360/Rb1lQ1YN-sosok-penerjemah-bahasa-isyarat-di-debat-pilkada-dki
Video 360 | 16 Februari 2017 20:55 WIB

WARTA KOTA, PALMERAH – Pagelaran debat kandidat Pilkada DKI Jakarta penting untuk disimak. KPU DKI sebagai penyelenggara pun menegaskan debat kandidat sebagai ajang guna mengetahui sejauh mana kompetensi Cagub-cawagub DKI dalam mengatasi sejumlah masalah di ibu kota.

Pagelaran debat kandidat yang diadakan sebanyak tiga kali itu diharapkan semua lapisan warga Jakarta dapat menyaksikan langsung di layar televisi.

Namun, bagaimana dengan penyandang tuna rungu yang memiliki hak sama dalam memilih gubernur DKI Jakarta yang menurut mereka adalah terbaik.

Berukuran kotak kecil, letaknya berada di pojok bawah kanan ataupun kiri di layar kaca televisi, untuk sebagian masyarakat yang dapat mendengar ataupun melihat keberadaanya memang tak penting, tapi tidak bagi penyandang tunarungu.

Dalam debat kandidat perdana (13/1) kemarin sosok wanita yang sibuk menggerakan tangan hingga jemarinya dan berada di kotak kecil itu ialah Sasanti T Soegianto.

Wanita kelahiran 1958 ini terlihat indah memainkan tanganya saat debat berlangsung memanas.

Menurutnya melakoni profesi bahasa isyarat sejatinya memiliki fungsi yang sederhana namun vital.

“Ya fungsinya sih sederhana saja bahwa orang tuli juga punya hak untuk mendapatkan informasi, ya kan itu kan bahasa isyarat,” kata Santi (sapaan akrab) ketika dihubungi Warta Kota, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Santi mulai menggeluti bahasa isyarat sejak tahun 2008 silam. Berawal dari ketertarikanya akan segala ragam bahasa sejak muda, Santi memandang bahasa isyarat dari sisi yang berbeda.

Keindahan gerakan tangan dalam memberikan bahasa isyarat, menjadi dorongan Santi untuk mulai terjun mempelajari bahasa isyarat. Read more

(DISKUSI SUMA UI)

Pada Senin, 19 Desember 2016 lalu Pers Suara Mahasiswa mengadakan diskusi “Lika-Liku Bahasa Isyarat di Indonesia.” Diskusi ini mengangkat cerita di balik perkembangan bahasa isyarat di tanah air ini.

Videografer :
Cherryl

Editor :
Cherryl
Halimatussyadiyah

Namanya panjang: Pingkan Carolina Rosalie Warouw. “Cukup panggil saya Pingky,” kata perempuan separuh baya dengan rambut bercat pirang ini. Pingky lahir di Makassar, 30 Juli 1952. Ia menjabat Ketua INASLI atau Indonesian Sign Language Interpreter, sebuah lembaga yang baru berdiri pada 2015 kemarin.

Dalam menerjemahkan bahasa isyarat kepada para tunarungu atau tuli, Pingky sudah sarat pengalaman. Belasan tahun lamanya ia menggeluti sign language. Karena kepandaiannya itu, Pingky sering dipercaya jadi penerjemah pada berbagai acara formal. Termasuk muncul di layar kaca TVRI untuk menerjemahkan informasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Pilpres juga Pilkada. Juga, tampil menerjemahkan jalannya rapat anggota legislatif. Sebuah tugas dan kepercayaan yang teramat besar jasanya. Pingky juga tercatat menjadi anggota WASLI atau World Association of Sign Language Interpreters.

“Tidak gampang menjadi penerjemah bahasa isyarat,” ujar Pingky. “Ada banyak prasyarat yang harus melekat pada diri seorang penerjemah. Enggak bisa cuma dari belajar bahasa isyarat saja.”

Pingky lebih suka menyebut kata ‘tuli’ daripada ‘tunarungu’. Berulang kali kata ‘tuli’ ia sebutkan. Termasuk ketika wawancara khusus bersama penulis, usai acara “Komunitas Tunarungu Jumpa Blogger : Sebuah Misi Pemberdayaan” yang digelar KETAPELS (Kompasianer Tangsel Plus) bekerjasama dengan Deaf Café Fingertalk — kafe tunarungu pertama di Indonesia —, pada Minggu, 10 April 2016 di Pamulang Timur, Kota Tangsel.
Berikut kutipan wawancaranya: Read more

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta seluruh stasiun televisi memenuhi hak informasi para penyandang disabilitas tuna rungu, dengan menyediakan translasi bahasa isyarat.

Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad, mengatakan saat ini hanya TVRI yang menyediakan penerjemah bahasa isyarat dalam program acaranya. Padahal, Undang-Undang Penyiaran menyebut penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan asas manfaat, adil, serta merata.

“Keberadaan bahasa isyarat di stasiun televisi menjadi salah satu implementasi pemenuhan hak informasi secara adil dan merata kepada penyandang disabilitas tuna rungu,” katanya di Jakarta, Selasa (16/2/2016).

Idy menuturkan pemenuhan kebutuhan informasi bagi penyandang disabilitas juga disebutkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia.

Perpres itu juga menyebutkan salah satu hak dasar masyarakat adalah hak masyarakat untuk mengakses informasi. Untuk itu, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha berkewajiban menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai dengan haknya.

Menurutnya, televisi yang menggunakan frekuensi publik dalam melakukan siaran memiliki kewajiban untuk memenuhi kepentingan publik, termasuk kepentingan para penyandang disabilitas tuna rungu untuk memperoleh informasi yang benar, seimbang, dan bertanggungjawab.

“Pada 1994, translasi dengan bahasa isyarat bukan hanya di TVRI. Beberapa stasiun televisi swasta juga menyiarkan translasi bahasa isyarat. Saat ini televisi dapat memulai penyediaan translasi bahasa isyarat dengan memilih program tertentu yang memiliki nilai informasi penting bagi penyandang disabilitas tuna rungu,” ujarnya.

Saat ini KPI berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Sosial, agar seluruh stasiun televisi melaksanakan kewajibannya.

Sumber artikel: http://www.solopos.com/2016/02/16/kpi-minta-stasiun-tv-sediakan-translator-bahasa-isyarat-691976
Oleh: Lili Sunardi/JIBI/Bisnis TV Plus | Selasa, 16 Februari 2016 22:45 WIB

Bahasa Isyarat – BISINDO dalam Siaran Berita TV
Siaran ramah difabel

Penerjemah bahasa isyarat meramaikan debat calon presiden dan wakil presiden. Kehadiran mereka disambut hangat kaum tuna rungu.

Merdeka.com – Ada yang berbeda dalam acara debat capres kedua yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di stasiun televisi swasta Metro TV kali ini.

Debat capres antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) dengan moderator Ahmad Erani Yustika, kali ini ditampilkan penerjemah dengan bahasa isyarat.

Penerjemah memakai bahasa isyarat itu muncul di pojok kiri layar televisi. Sebelumnya, pada debat pertama di stasiun televisi swasta SCTV, penerjemah bahasa isyarat ini tidak ada.

Penerjemah bahasa isyarat ini penting mengingat banyak rakyat Indonesia yang tuna rungu dan tuna wicara.

Debat kali ini KPU mengangkat topik Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Prabowo dan Jokowi akan memaparkan visi-misi yang akan dipakai menyelesaikan masalah sosial yang menyangkut perekonomian Indonesia.

“Selain itu agar mengenal lebih dekat lagi para capres kita dari sisi perekonomian,” kata Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik dalam sambutan acara debat, Minggu (15/6) malam. [mtf]

Sumber artikel: https://www.merdeka.com/peristiwa/debat-kedua-capres-kali-ini-diterjemahkan-pakai-bahasa-isyarat.html
Reporter : Mohamad Taufik | Minggu, 15 Juni 2014 20:16